Senin, 22 Desember 2008

FENOMENA JALAN RUSAK


Mungkin kita sepertinya sudah bosan dan lelah membicarakan tentang jalan yang rusak, tetapi hal tersebut mau tidak mau harus tetap di bicarakan dan di ungkapkan. Baik itu melalui media massa, seminar, simposium dan segala cara yang dapat memperbaiki hal tersebut.
Inilah suatu fenomena, dimana pihak pemerintah berupaya untuk melakukan penghematan terhadap penggunaan BBM, namun di pihak lain pemerintah seolah-olah tutup mata terhadap jalan-jalan rusak. Dampak jalan rusak dimana-mana berakibat pada kerugian multidimensi: pemborosan besar-besaran terhadap pemakaian BBM dan waktu yang terbuang dengan percuma, waktu kerja, kerugian angkutan barang, dan angkutan penumpang umum. Di tingkat psikologis juga sangat berdampak pada tingkatan emosi masyarakat yang meningkat pada saat berkendaraan.

Jalan rusak jelas menganggu mobilitas sosial ekonomi serta mendorong pemborosan waktu yang luar biasa. Hal tersebut dirasakan sekali oleh para sopir truk yang mengangkut barang-barang kebutuhan antar daerah. Gara-gara hal ini efisiensi waktu dan biaya, maka perputaran roda ekonomi seret, produktivitas merosot, dan rakyat merugi. Jika ini berlangsung lama, kesejahteraan umum bakal menurun dan tentu saja mengarah kepada proses pemiskinan masyarakat.

Jika transportasi tersendat, biaya perjalanan jadi tinggi. Ini melemahkan harga di tingkat produsen sekaligus meningkatkan harga di tingkat konsumen. Infrastruktur yang jelek di pedesaan, misalnya, jelas mempersulit petani memasarkan produk pertanian. Jika terhambat, produk musiman itu bisa membusuk, harganya jatuh, dan akhirnya petani rugi. Di luar hitung-hitungan untung rugi tadi, efek jalan rusak juga bahkan mengancam keselamatan nyawa. Kecelakaan karena lubang di tengah jalan tentu saja mengancam siapa saja yang sedang melintas.

Secara nasional, data Direktorat Jenderal Bina Marga Depertemen Pekerjaan Umum menunjukkan, dari total jalan nasional di seluruh Indonesia sepanjang 35.000 kilometer (km), sekitar 2.900 km di antaranya rusak.

Biaya logistik merupakan harga yang harus dibayar dari pabrik sampai pelabuhan atau daerah tujuan. Biaya transportasi di Indonesia mencapai 14 persen dari total biaya produksi. Terlalu tinggi dibandingan dengan biaya logistik di Negara Jepang yang kurang dari 5 persen dari total biaya produksi. Makanya negara Jepang bisa menjual barang produksinya dengan harga murah. Sebab memajukan ekonomi masyarakat dengan serius harus mempersiapkan infrastruktur jalan yang bagus. Seperti yang dilakukan negara tetangga kita terdekat, Malaysia dan Singapura.

Buruknya kondisi jalan dan infrastruktur di Indonesia juga tergambar pada hasil pemeringkatan Indeks Daya Saing Global versi World Economic Forum (WEF) 2007–2008. Dalam hal infrastruktur, Indonesia menduduki peringkat ke- 91 dari 131 negara. Peringkat infrastruktur tersebut merefleksikan posisi daya saing ekonomi Indonesia di tingkat global. WEF menempatkan 12 pilar sebagai dasar pemeringkatan daya saing ekonomi, di antaranya kondisi infrastruktur, stabilitas makroekonomi, dan kesiapan teknologi (technological readiness).
Ada dua alasan yang sering dilontarkan pemerintah. Pertama, akibat hujan yang turun terus menerus yang mengakibatkan kerusakan jalan. Kedua, anggaran perbaikan jalan yang belum turun. Bahkan, ada alasan lain, Pemda Kota atau Kabupaten tidak bisa memperbaiki jalan provinsi karena harus mendapat ijin dari Pemda Provinsi.
Agaknya masalah ini hanya bisa diatasi dengan membenahi infrastruktur, dan itu merupakan tanggung jawab pemerintah. Dengan meningkatkan anggaran infrastruktur dari dana APBN dan APBD yang di alokasikan dengan maksimal dan tepat sasaran. Masyarakat seharusnya dapat memberikan evaluasi dan menilai pemerintah daerah yang lamban mengambil keputusan untuk bergerak cepat mengambil tindakan parahnya kondisi jalan-jalan di republik ini. Dampak kerugian inilah yang harusnya menjadi perhatian pemerintah.

Dan satu hal penting yang perlu diperhatikan, kalaupun dana anggaran sudah ditingkatkan tetapi masih terjadi penyelewengan dana tersebut, maka fenomena jalan rusak akan tetap berjalan pada putaran yang tiada ujungnya.
(Oleh: Agus Zurfi AMTrU – Ketua FORHATTI).

Tidak ada komentar: